HotBuku

MOM
5
Pratinjau Konten Yang Menyenangkan

“Hiro ... Hiro ... Dimana kau? (Memanggil-manggil Hiro dari luar rumah sambil sesekali melihat jam tangannya)

“Sudah jam setengah 7 Nak, kau bisa terlambat Hiro ... Ayo cepat, ambil tasmu sekarang. Ayah sudah menunggumu dari tadi. Jangan lama-lama Nak ... Ini hari pertamamu masuk sekolah, Hiro.”

Hiro yang sedang mengutak atik tali sepatunya sedari tadi pun menyahut, tangannya masih saja fokus membetulkan tali sepatu yang ruwet dan sulit dilepaskan.

“Iya Ayah ... Aku sedang memakai sepatuku. Tali sepatu ini susah sekali Ayah, talinya tak bisa diikatkan, Ohhh ... tidak bisa ... aku gagal lagi,oh Ibu ... Aku lupa bagaimana caranya?”

Berkali-kali Hiro pun mencoba melepaskan ikatan yang ruwet dan belum juga berhasil. Jarum jam pun terus berjalan dan menunjukkan pukul setengah 7 lebih. Padahal sekolah baru Hiro cukup jauh dan butuh waktu 30 menit jika waktu normal dengan bersepeda.

“Oohh ... Susah sekali, bagaimana ya kenapa talinya jadi aneh? Kenapa talinya tak bisa sama panjang? Aku harus buru-buru, Ibuuuuuu ... Aku tak bisa, aku lupa bagaimana ini?”

Sesekali Hiro melihat jam tangan yang dipakainya. Waktu pun terus berlalu. Dan untuk kesekian kalinya ....

“Yach ... aku terlambat." (Sambil melihat jam tangan pemberian sang ibu)

Di luar rumah sang Ayah pun terus memanggil Hiro dan sudah siap dengan sepedanya. Sang ayah Leonel pun selalu bersemangat untuk mengantar Hiro ke sekolahnya. Ayah Hiro pun berteriak kencang karena Hiro tak kunjung keluar untuk berangkat.

“Ayo cepat Nak, Ayah tak mau tau, kau harus segera berangkat. Kau ini kenapa hanya mengurusi sepatu saja, ayo cepatlah kau bisa pakai nanti saat di jalan.”

Ayah Hiro mulai kesal karena takut Hiro akan benar-benar terlambat tiba di sekolahnya.

“Hiroooooo ... Hirooooo .... ” Teriak sang ayah.

Hiro pun segera berlari ke luar rumah.

“Iya Ayah ... Tunggu Ayah ... Aku dataaang ayah .... “ Sahut Hiro (sambil berlari Hiro pun sampai lupa membawa bekal makan siangnya yang sejak pagi sang ayah sudah menyiapkannya).

“Ahhh ... maafkan aku Ayah, ayo kita berangkat ... ahhh ... ahhh ... apa kita akan terlambat ayah?" (Sambil menenteng sepatu Hiro berlari dan membonceng sepeda ayahnya)

Hari ini adalah hari pertama Hiro sekolah di sekolah barunya setelah mereka memutuskan untuk pindah rumah. Mereka pindah ke sebuah rumah kecil yang dulu pernah ayah Hiro tinggali bersama ibu Hiro sebelum Hiro lahir. Jam sudah menunjukkan pukul 7 kurang 10 menit, akhirnya ayah dan anak ini pun segera berangkat dan sang ayah mulai mengayuh sepedanya. Sepeda tua yang sudah agak usang tapi membawa sejuta kenangan indah di masa lalunya. Di separuh perjalanan, Hiro hanya terdiam dan tak berbicara apapun. Hiro hanya melihat pohon seakan melambaikan tangan ke arahnya. Hiro tersenyum kecil sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya).

“Lihat Ayah ...." (Tiba-tiba suara Hiro terdengar memanggil ayahnya yang sedari tadi fokus mengayuh sepedanya, sudah sangat jauh meninggalkan rumah kecil mereka)

“Aku bawa ini Ayah, lihatlah Ayah ... ini ...." (Sambil menodongkan sesuatu pada ayahnya)

Leonel pun menoleh dan terus mengayuh sepedanya. Dengan detak jantung yang makin berdegup kencang, mengejar waktu yang terus seolah mengejar mereka.

“Ada apa Hiro? Apa yang kau bawa Nak?”

Hiro lalu mengucapkan sesuatu yang tak terduga pada sang ayah.

“Kau tahu Ayah, aku sangat merindukan Ibu ... Aku sangat mencintainya Ayah.“ Ucap Hiro pada sang ayah.

Leonel pun merasakan ada sesuatu yang muncul dari gejolak batinnya saat Hiro mengucapkan kalimat itu. Tak terasa sepeda mereka pun mulai oling karena Leonel yang tiba-tiba kehilangan fokusnya. Leonel pun terus mengayuh sepedanya dan tak berkata apapun pada Hiro. Hanya memegang tangan Hiro dengan tangan kirinya sembari tangan kanannya terus mengayuh sepedanya. Kayuhan sepeda itu meninggalkan tetesan air mata Hiro yang tak terbendung membasahi pipi Hiro. Hiro menangis sambil memeluk erat Ayahnya saat membonceng, tak sadar sepatu Hiro pun terjatuh karena Hiro begitu erat membawa sebuah bingkai foto. Foto siapakah itu, kenapa Hiro sampai menangis saat menunjukkan foto itu pada sang ayah?

“Jangan menangis anakku, kau harus kuat Nak, ada Ayah di sini. Ayah tak akan meninggalkanmu Nak.”

Dengan terus menggenggam tangan Hiro, Ayah Hiro pun terus mengayuh sepedanya hingga sudah separuh perjalanan.

Tiba-tiba Hiro berteriak dan memecah suasana, tangis pun pecah dan ternyata Hiro berteriak karena melihat sepatu kesayangannya terjatuh.

“Aaaa ... Aa ... Ayah... Tunggu Ayah ... sepatuku jatuh, lihat Ayah ... itu sepatuku, biar aku mengambilnya, itu satu-satunya sepatu kesayangan milikku Ayah.”

Ayah Hiro pun berkata dalam hati sambil menopang sepedanya dengan kaki kirinya.

“Kaki ini tak akan pernah letih mengantarmu mencapai mimpimu, Nak ... kau harus jadi Hiro Ayah dan Ibu ... Hiro jagoan ayah dan ibu, Hiro yang tak pernah menangis, Hiro yang hebat. Kau tak boleh jadi laki-laki cengeng.” Ucap sang ayah sambil terus memandang Hiro yang lari untuk mengambil sepatu kesayangannya.

Jam sudah menunjukkan pukul 7 lebih 5 menit. Sudah 5 menit Hiro terlambat sampai di sekolahnya. Kaki sang Ayah terus mengayuh sepedanya. Terasa sangat capek dan ayah Hiro selalu melawan rasa capek itu untuk seorang Hiro anak semata wayangnya.

Tiba-tiba setelah beberapa langkah sepeda itu berjalan,

“Sial ... sial ... Ahhh ....”

Roda sepeda belakang mereka pun kempes. Sang ayah pun kesal dan memukulkan tangannya pada sepedanya.

"Sttt ... siutttt ...."

Roda sepeda itu semakin menipis ....

“Oh Tuhan ... Bagaimana ini?” Keluh sang ayah.

Sang ayah berkata pada Hiro dan menahan lelahnya.

“Hiro ... kau terlambat, bagaimana ini? Maafkan ayah Nak, ayah terlalu lama memasak untuk bekalmu tadi.” Ucap sang ayah dalam hati.

Tak berkata apapun pada Hiro, ayah Hiro pun menuntun sepedanya sambil membiarkan Hiro terus berada di atas sepedanya. Hiro pun dengan polosnya masih berusaha memikirkan tali sepatunya yang tak bisa ia ikatkan dengan benar. Keringat pun menetes, hingga akhirnya ayah pun berhenti dan Hiro pun turun dari sepedanya.

“Ayah, biar aku jalan kaki saja. Sepatuku sudah bisa kuikatkan, lihat Ayah ... Aku sudah bisa mengikat tali sepatu dengan benar.” Sahut Hiro dengan bangga.

“Aku akan lari Ayah, tenanglah ... Ayah pernah bilang laki-laki harus pantang menyerah.”

Hiro berlari dan terlihat sangat senang karena tali sepatunya sudah berhasil diikat dengan benar. Sang ayah hanya tersenyum bangga melihat Hiro, ia pun seolah tertawa dan berkata, “Kau ini konyol sekali Nak. Ternyata kau diam karena memecahkan kerumitan tali sepatumu. Kau ini ....”

Rumput demi rumput, jalanan mulai terlewati seolah jadi saksi perjuangan Hiro sampai di sekolahnya. Sesampainya di pintu gerbang ....

BERSAMBUNG

Terlihat pintu kelas pun sudah tertutup rapat, ada suara seorang guru yang sudah mulai keluar dari ruang kelas.

Tok tok tok ....

Suara pintu yang terketuk lirih ....

Rupanya Hiro mulai mengetuk pintu kelas dengan tangannya, sambil menunduk dan jantungnya berdegup kencang sekali. Tiba-tiba, ada seorang guru yang lewat dari kelas dan hendak masuk ke dalam kelas.

“Nak ... Apa-apaan ini, lihat bajumu, penuh keringat, kau ini jorok sekali. Kau kenapa Nak? Astaga....”

“Bagaimana bisa orangtuamu mengajarkanmu kucal saat mau berangkat sekolah.”

“Sini kau, bilang pada Ibu kenapa bisa basah keringat seragammu?”

Hiro hanya terdiam, menunduk tak mengatakan apapun. Berkali-kali sang guru bertanya dan Hiro pun tetap diam.

“Kau dengar Ibu, kau tunggu di luar, sampai Ibu memanggilmu kembali.”

Hiro tak menjawab dan masih saja menunduk.

“Sudahlah, kau ini anak aneh.”

Pintu pun ditutup kembali, dan Hiro hanya berdiri di balik pintu dan tak duduk sama sekali. 2 jam lebih ... Hiro pun tak kunjung duduk, masih berdiri dengan tegak. Sesekali ia memegangi perutnya, Hiro pun baru ingat ... kalo ia lupa membawa bekal nasi yang telah disiapkan oleh ayahnya. Berkali-kali Hiro meringis dan mengelus perutnya.

“Aduuuuuh ... Perutku sakit sekali, aku lupa bawa bekal dari ayah, bagaimana ini?”

Sambil melihat jam tangan, Hiro pun akhirnya tak kuat dan duduk di sebuah kursi. Tangannya masih saja memegangi perutnya, dan ia mencoba membuka tasnya. Dilihatnya bingkai foto yang sempat ia tunjukkan pada ayahnya saat di perjalanan tadi dan tiba-tiba ....

“Hei kau sini Nak ... Ayo masuklah, Ibu ingin bertanya padamu ...."

Hiro pun menutup kembali bukunya, ia pun masuk ke dalam kelas dan disambut oleh teman-temannya. Ada yang menatap Hiro dengan raut muka yang penasaran, ada yang kagum melihat ketampanan bocah kecil ini, ada juga yang melihat sepatu Hiro yang sangat bagus. Dan ada juga yang mengejek Hiro karena bau keringat dan terlihat kucal.

“Aha ... haha ... hahahahah .... Hei liat ada anak ingusan, ternyata anak baru itu terlihat kucal, lihat wajahnya kusut sekali.” Teriak seorang bocah laki-laki yang duduk di kursi paling depan.

Mendengar kondisi kelas yang riuh dengan kegaduhan anak-anak saat melihat kedatangan Hiro, ibu guru pun mulai mengkondisikan suasana kelas.

“Sudah ... sudah anak-anak ... Ibu tak mau kaliyan mengejek teman kaliyan. Ibu yang berhak menghukumnya. Dan Ibu sudah melakukannya, kaliyan tidak boleh menertawakannya. Ini adalah teman baru kaliyan. Ibu juga baru tahu ternyata dia anak baru. Pantas ibu baru pertama kali melihatnya.

“Duduklah ... Kau duduk di bangku kosong itu ya, setelah itu silakan kau perkenalkan namamu pada teman-teman dan juga ibu guru.”

Hiro pun menuju bangkunya dan menaruh tasnya.

Dari belakang ada anak yang mendorong kursi Hiro dengan kakinya. Seolah ingin bertanya sesuatu pada Hiro. Tak sedikit ada juga yang berbisik pada teman lainnya,

“Hei lihat sepatunya bagus sekali, wah sepatunya kelihatan mahal ya.”

Sambil berbisik, seorang anak yang duduk di belakang Hiro pun bertanya,

“Hei, sepatumu bagus sekali. Kau dapat dari ayahmu ya? Wouw keren, aku jadi pingin punya sepatu kaya gitu.”

Hiro pun hanya tersenyum dan mengacungkan jempolnya. Lirikannya sangat tajam dan tak heran seorang anak perempuan yang sempat bertanya itu pun seolah terkesima dengan lirikan mata elang Hiro. Setelah kelas mulai terkondisikan, ibu guru pun segera mempersilakan Hiro kembali.

“Nak, ayo sekarang kau berdiri di depan dan perkenalkan dirimu ... Sebutkan namamu, dimana rumahmu, siapa nama ayah dan ibumu dan jangan lupa ceritakan sedikit kenapa kau pindah ke sekolah ini ....”

“Ayo Nak, Ibu persilakan.”

Suara kelas pun kembali riuh dan penuh dengan teriakan seolah semua teman-temannya mulai mengagumi sosok Hiro. Dia memang terlihat kucal dan berkeringat tapi Hiro adalah seorang anak yang tampan dan bermata elang. Tak heran jika orangtuanya memberinya nama Hiro. Seorang laki-laki tampan dan punya keinginan agar kelak putranya menjadi seorang anak yang tangguh.

Hiro hanya diam, tak ada kata yang terlantun dari bibirnya. Matanya yang tajam pun hanya memandang kepalan tangannya dan Hiro tak kunjung berdiri. Semua mata tertuju pada Hiro, banyak teman yang memandanginya dari atas ke bawah. Ada pula yang sudah mulai menyukai Hiro. Sangat berbeda sewaktu pertama kali Hiro masuk ke kelas. Rupanya aura Hiro yang buat penasaran pun justru menjadi pusat perhatian.

“Nak... Ayolah, kau dengar ibu guru kan? Kau harus memperkenalkan dirimu, kalau tidak memperkenalkan namamu, teman-temanmu dan juga ibu guru tak akan bisa mengenal namamu.”

Tiba-tiba ... ada suara sepatu yang berlari menuju ke kelas Hiro, Hiro sangat hafal dengan hentakan sepatu milik ayahnya. Sangat hafal dan sangat khas hingga Hiro pun menyadari kedatangan ayahnya.

“Itu Ayah .... Iya itu Ayah,” ungkap Hiro dalam hati.

“Ayah kenapa menyusulku? Apa ayah menyusulkan bekal makananku yang ketinggalan di meja tadi? Ahh ... Kebetulan sekali perutku sudah sangat lapar, sampai berbunyi. Duh ... semoga anak perempuan cantik ini tak mendengar suara perutku.”

Dan ternyata benar, ayah Hiro lah yang datang, dia datang dengan sepedanya yang sudah berhasil berjalan sempurna. Ayah Hiro rupanya membawakan bekal nasi Hiro yang tak sengaja tertinggal saat Hiro berlari buru-buru berangkat menuju sekolahnya.

Saat tiba di dekat kelas ... tangan sang ayah tak mengetuk pintu kelas dan hanya mengintip dari luar jendela kelas. Karena ayah Hiro belum tau dimana kelas Hiro berada. Ayah Hiro pun melihat dari balik jendela, akhirnya dia pun menemukan kelas Hiro dan melihat Hiro yang hanya duduk dan mengepalkan kedua tangannya. Sudah hampir 20 menit Hiro tak juga berdiri dan berkata apapun. Kemudian, ibu guru pun memanggil Hiro kesekian kalinya untuk mempersilakanya memperkenalkan diri. Sang ayah yang melihat Hiro mulai meneteskan air mata pun memberi kode pada Hiro. Ayah Hiro memang selalu mempunyai cara untuk memanggil Hiro di saat-saat tertentu jika Hiro mulai terlihat sedih. Sejenak, Hiro mendengar kode dari balik jendela.

“Itu benar-benar Ayah ...."

Lalu Hiro menengok ke balik jendela dan melihat sang ayah mengacungkan jempol dan tersenyum memberi semangat pada Hiro. Akhirnya Hiro pun menyambut kode dari sang ayah dan berdiri dengan tegas lalu menuju depan kelas dan memperkenalkan dirinya.

“Baiklah, aku akan memperkenalkan diriku ... Kenalkan namaku Hiro, aku seorang anak tunggal. Ayahku bernama Leonel, seorang fotografer dan kami tinggal di sebuah rumah kecil dan sangat-sangat kecil. Kami saling menyayangi. Oh ya, kaliyan tau ? Ibuku bernama Kintan. Dia adalah ....

BERSAMBUNG

“Hiro ... Kenapa kau diam saja, Nak? Kau kenapa Hiro? Ayo lanjutkan perkenalanmu ....?” Ucap sang guru.

Hiro berusaha menahan air matanya, Hiro tak mau semua teman-temannya tahu apa yang sedang ia rasakan. Tangannya mulai mengepal. Rupanya Hiro sangat sedih, hatinya terpukul dan tak mampu membuka bibirnya. Tiba-tiba ... ada seorang anak perempuan yang berdiri dan berteriak,

“Hei ganteng ... Aku ingin katakan sesuatu padamu ...."

Sontak semua yang ada di kelas pun bersorak.

“Woaaaaa suit ... suit ... suittttttt ... Semua mata tertuju pada gadis kecil yang sangat cantik dan paling pintar di kelasnya ini.

“Happy Birthday To You Hiro ... Selamat ulang tahun ganteng." (sambil tersenyum dan tersipu malu)

Sontak sorak tepukan tangan pun mulai terdengar memecah keheningan kelas yang sedari tadi sempat hening karena Hiro berusaha diam dan tak melanjutkan perkenalannya.

“Selamat ulang tahun Hiroooo ... , Semoga kau panjang umur .... Nak, Ibu baru tahu kalo hari ini kau berulangtahun.” Sahut ibu guru (sambil memeluk Hiro).

“Hihihi ..."

Gadis kecil itu pun tiba-tiba bersorak dan seluruh kelas mengikutinya. Rupanya Hiro pun tak sadar jika hari ini adalah ulang tahunnya dan sontak tersenyum sambil meneteskan air mata melihat teman-temannya sangat senang dengan kehadirannya di kelas barunya. Yaa ... Hari dimana ia dilahirkan oleh seorang ibu yang sangat hebat. Ibu bernama Kintan.

Hiro lalu memandang ke arah luar dan mencari dimana ayahnya. Sudah tak terlihat, dan hanya meninggalkan bekal nasi untuk Hiro di gagang pintu kelas.

Kemana ayah Hiro? Kenapa dia hanya meninggalkan bekal dan tak berbicara apapun pada Hiro.

Sementara itu di dalam kelas berubah menjadi haru biru dan Hiro pun bingung kenapa si gadis kecil itu bisa tahu hari ulangtahunnya. Padahal mereka belum pernah berjumpa. Hiro pun kembali ke tempat duduknya dan bertanya pada si gadis cantik sambil melirik dengan lirikan tajam pada sang gadis. Tak lupa Hiro memberikan kedipan mata tanda kagum dengan kecantikan si gadis kecil.

“Hei gadis cantik, darimana kau tahu ini ulangtahun Hiro?” Tanya sang guru.

Gadis kecil itu hanya tersipu kecil. Dan entah bagaimana si gadis bisa tahu hari ulang tahun Hiro. Lalu gadis cantik itu berseru ....

“Aku tak sengaja melihat ada foto jatuh dan bertuliskan ini (sambil memperlihatkan foto yang jatuh saat Hiro hendak berdiri ke depan kelas untuk memperkenalkan dirinya.

“Wouw ... Ternyata hari ini adalah hari bahagiamu Nak,” Sahut sang guru.

"Maafkan Ibu yang sudah menghukummu tadi ya Nak, mungkin kau semalam tak tidur karena merayakan malam hari ulang tahunmu bersama ayah dan ibumu kan?"

Hiro pun hanya terdiam dan mengangguk.

“Tapi bukan itu sebenarnya yang terjadi bu guru,”

“Yaa ... ini adalah ulang tahunku yang aku bahkan lupa karena aku buru-buru berangkat sekolah sejak pagi. Ayahku selalu membuatkan bekal makan untukku. Dan tadi ayah lupa membeli bawang untuk memasak nasi goreng, lalu aku menunggunya sambil berlatih mengikat tali sepatuku ini. Ini adalah sepatu kesayanganku. Aku selalu memakainya kemana pun aku pergi. Aku selalu lupa untuk mengikat tali sepatu ini dengan benar. Dan saat Ayah mengantarku naik sepeda, aku pun terus berusaha mengikat tali ini dengan benar. Saat tak sengaja ban sepeda ayah terkena paku, aku masih saja asyik mengikat tali sepatu ini. Kaliyan lihat aku berhasil kan mengikat tali sepatu ini.” Ucap Hiro melanjutkan ceritanya saat kembali menuju depan kelas lagi."

Sementara itu semua tatapan di kelasnya mulai tertuju pada Hiro. Ibu guru pun mulai hanyut dengan cerita Hiro. Tak terasa ibu guru pun meneteskan air mata.

“Apa kaliyan tahu, seorang ayah yang setia mengayuh sepedanya untuk mengantar anaknya berangkat menuju sekolah? Apa Bu guru tahu betapa besar pengorbanan ayahku? Dan sekarang lihat semua. Aku akan tunjukkan sesuatu pada kaliyan semua ...."

Sambil berjalan pelan ke arah pintu kelas. Hiro pun mengambil bekal nasinya yang telah dititipkan oleh ayahnya di gagang pintu kelas.

“Ini adalah bekal nasiku, tadi aku melihat ayahku berlari untuk membawakan nasi ini untukku. Kaliyan mau coba masakan ayahku?”

“Hmmm ... rasanya .... (Tampak Hiro sedikit berekspresi aneh, yaa... Ternyata ayah Hiro lupa memberikan garam pada nasi goreng karena terlalu panik karena takut Hiro terlambat masuk sekolah)

“Enak sekali, aku selalu memakan habis masakan ayahku. Hmm ... enak, dan sudah habis.”

Teman-teman semua hanya melongo dan takjub dengan Hiro. Ibu guru pun tak mampu berbicara sepatah kata pun dan hanya melihat Hiro yang memakan habis bekal dari sang Ayah. Hiro berusaha memakan habis masakan ayahnya walau terkadang ayahnya lupa memberikan garam dan bawang saat memasak.

Bel istirahat pun berbunyi. Si gadis kecil bernama Liza ini pun menghampiri Hiro.

“Hai Hiro ... Kau sedang apa? Apa kau marah karena aku memberitahu semua kalau hari ini ulangtahunmu? Kau tak marah kan?”

Hiro pun tersenyum dan mengedipkan matanya, sangat tajam dan bocah ini terlihat cool dengan sepatu yang sedang ia bersihkan sedari tadi setelah dia terkena semprotan air sewaktu Pak kebun sedang menyiram tanaman di taman dekat kelasnya.

“Tak apa. Tenanglah ...." (Lirikannya sungguh membuat si gadis ini mulai mengagumi Hiro)

“Hay gadis cantik, siapa namamu? Aku belum tahu namamu?” (Sambil menawarkan tangannya)

“Kau cantik sekali, siapa yang mengajarimu mengikat rambut setinggi itu. Apa kau tak sakit dengan ikatan sekencang itu? Ehehe ...”

Si gadis ini pun menjawab,” Namaku Liza (Sambil menyambut tangan Hiro)

Akhirnya mereka pun bersalaman dan saling menatap. Dua orang bocah yang lucu karena Hiro pun suka memainkan matanya. Liza memang sangat cantik. Dia adalah anak dari seorang pengacara yang sangat terkenal. Liza pun terkenal pintar di kelasnya. Dia selalu mendapat juara 1 di kelasnya.

“Hei Liza ... Boleh aku mengajakmu duduk di taman itu? Aku akan memetik bunga cantik untukmu.”

Liza pun tersenyum dan mengikuti Hiro.

“Hiro ... Kau belum sempat bercerita kenapa kau pindah ke sekolah ini? Aku dengar kau dulu bersekolah di sekolah anak para petinggi dan kau sangat pintar, kenapa kau pindah ke sini?”

Hiro memetik bunga dan tak menjawab pertanyaan Liza.

Setelah Hiro memberikan bunga pada Liza, Hiro pun berkata,” Apa kau tahu siapa wanita yang sering aku beri bunga?"

“Siapa?” Tanya Liza pada Hiro.

“Aku selalu memetik bunga cantik ini untuk ibuku. Kau tahu ibuku jauh lebih cantik dari semua wanita yang ada di dunia ini.”

Belum sempat Hiro bercerita, ada seorang guru yang menyapa Hiro.

“Hai Hiro, apa benar kau Hiro anak baru di kelas 5A?”

Hiro pun mendekat dan menjawab dengan sopan pada sang guru.

“Iya, aku Hiro ... Ada apa Bu guru?”

“Nak, Ibu ingin minta sesuatu padamu, kau masuk ke ruang Ibu di sebelah sana ya. Ibu tunggu sekarang.”

Setelah ibu guru itu berlalu, Hiro pun berkata,” Aku akan mengajakmu ke taman ini lagi besok, kau tunggu aku ya (Dengan kedipan matanya)

Liza pun mengangguk dan berlari ke kelasnya.

Keributan mulai terdengar sesaat setelah itu ....

BERSAMBUNG